Halaman

Jumat, 26 Agustus 2011

Ditipu Iklan Lah Kok Mau Sich..

Aneh bin ajaib. Betapa kita mudah terbujuk (bila tak mau disebut “tertipu”) dengan iklan-iklan di televisi. Bagaimana hanya dengan mengonsumsi biskuit, lalu anak-anak tenaganya bisa sekuat macan? Bagaimana produk susu olahan bisa mencegah osteoporosis padahal enzim pencerna susu sudah tidak kita miliki lagi sejak usia kita 2 tahun?
Kalau mau tidak osteoporosis yang berjemur di sinar matahari pagi, paling kurang 30 menit dan melakukan aktivitas olah raga. Itulah mengapa orang yang aktif bekerja di sawah, ladang atau pegunungan di desa-desa
bisa terhindar osteoporosis dibanding orang perkotaan yang malas bergerak. Lihat saja orang-orang kota malas berjalan/bergerak, dari rumah sampai tempat kerja, ataupun aktivitas apa pun, ke mana-mana pun duduk di atas kendaraan sepeda motor/mobil.
 Ada iklan produk olahan susu yang bisa diklaim bisa mencegah osteoporosis, ternyata di dalam kemasannya juga terdapat catatan kaki (kecil) harus diiringi 10 ribu langkah (entahlah mungkin setara 5-10 km?).
 Wah, kalau begitu pencegah osteoporosisnya tentu gerakan 10ribu langkah itu.
Dan juga faktor berjemur di sinar matahari yang jelas-jelas menyusun provitamin D dalam tubuh (vitamin yang berperan dalam pembentukan tulang).
Bila ada konsumen setia mengonsumsi produk susu itu, tapi ternyata tetap osteoporosis, karena dia tidak melakukan aktivitas fisik, tentu dia tidak bisa mempersalahkan produsen susu tersebut.
 Produk susu yang seharusnya tidak boleh kita konsumsi lagi, karena dalam organ pencernaan kita sudah tidak ada lagi enzim pencerna susu. Belum lagi susunya didapat dari sapi yang kini makan pelet tidak lagi makan rumput (walau belakangan produsen susu mengiklankan sapinya makan rumput )
Gerakan pemberian ASI eksklusif tentu sangat baik dan harus didukung seluruh masyarakat. Tapi lihatlah banyak sekali susu formula dengan tambahan AHA, dlsb. Bagaimana bisa? Proses pembuatan susu dalam bentuk serbuk yang menggunakan suhu tinggi tentu akan mengubah (kalau nggak mau disebut menghilangkan) komposisi kandungannya.
Ekstrimnya adalah rokok. Yang tetap diperjual belikan walaupun jelas-jelas banyak merugikan kesehatan tubuh. Tapi produsen rokok tentu berusaha sedemikian rupa agar bisa membujuk (“menipu”) penggemarnya. Lihatlah iklannya di televisi begitu hebat dan menarik. Tapi kalau kita mau jeli, sebenarnya bintang iklan rokok itu kan tidak merokok? Jika bukan karena dilarang, sulit membayangkan bagaimana orang naik kuda sambil merokok. Nah, bila ada perokok berat terkena kanker jelas tidak bisa dipersalahkan produsen rokok, karena mereka jelas-jelas mencantumkan keterangan “merokok bisa menyebabkan kanker, impotensi, dan gangguan janin.”
Apa lagi? Mi instan. Jelas-jelas di kemasan ada gambar sayur dan ayam gorengnya, tapi mengapa konsumen tidak pernah protes karena di dalamnya ternyata hanya ada mi kering dan bumbunya saja? Hahaha. Ya mi instan, apa pun mereknya. Sekali lagi, proses pembuatan mi instan yang menggunakan suhu panas, dikeringkan, lalu ketika memasak harus dipanaskan lagi, semestinya kita sudah bisa menduga apa kandungan gizi yang tersisa. KECUALI mi itu dikonsumsi dengan sayur segar, telur rebus, ayam goreng, dsb, jelas lain cerita!
Produsen margarin dan mentega pun tidak menjelaskan apa sebenarnya produknya itu. Ia hanya menjelaskan lezatnya makanan olahan disantap dengan menggunakan produk ini. Padahal produk ini adalah jenis minyak/lemak trans yang sejatinya tidak baik untuk kesehatan tubuh. Kalau diklaim difortifikasi (ditambah) kandungan vitamin bla, bla, bla, tentu akan rusah jika diolah dengan menggunakan panas tinggi (misal untuk menggoreng).
Kalau dipikir-pikir semua iklan ternyata mempromosikan produk-produk olahan yang sebenarnya kurang bermanfaat untuk tubuh bila dikonsumsi, lalu apa yang seharusnya kita makan?
Belakangan banyak pihak yang menganjurkan untuk mengonsumsi bahan makanan alamiah dan menjauhi makanan yang diproses (terutama skala industri). Semakin alami (segar) semakin baik manfaatnya untuk tubuh kita. Semakin singkat proses pengolahannya, tentu semakin minim kerusakan yang ditimbulkan pada zat gizi di dalamnya.
 Sayur dan buah segar misalnya mengandung enzim yang berfungsi sebagai “tonik” bagi organ penting dalam tubuh kita, contohnya pankreas. Sehingga organ tubuh kita itu mendapat energi saat ia kelelahan mencerna makanan yang masuk setiap hari, apalagi jika pola makan kita serampangan. Sayur dan buah segar juga mengandung karbohidrat yang bisa dicerna menjadi gula (sumber energi). Dan jenis gula dari buah dan sayur tidak akan meningkatkan kadar gula secara drastis karena ia juga mengandung serat makanan yang akan menahan lajunya. Pankreas juga tidak akan bekerja keras memproduksi insulin untuk menekan kenaikan kadar gula darah.
 Tentang bagaimana mengolah makanan menjadi sajian yang lebih sehat, rasanya telah banyak buku yang diterbitkan. Namun demikian, semuanya kembali kepada Anda. Apakah mau terbujuk oleh iklan yang jelas tujuannya adalah mencari keuntungan untuk industrinya, atau Anda memilih untuk terus belajar dan belajar tentang bagaimana memenuhi zat gizi untuk kesehatan tubuh yang prima.
 Kiranya tulisan ini mengingatkan dan menginspirasi diri saya dan Anda untuk memikirkan kesehatan tubuh kita lewat makanan yang kita konsumsi sehari-hari. Jangan sekadar memilih yang enak di lidah, tapi nyatanya setelah dicerna, malah mubazir (karena tak ada zat gizi yang diperlukan tubuh) atau malah meracuni tubuh (sehingga harus dinetralkan oleh hormon tubuh dan disimpan dalam bentuk lemak penyebab obesitas). Kurangi pati/tepung/biji-bijian, sebisa mungkin hindari susu dan minyak goreng, perbanyak sayur dan buah segar, berolah raga cukup, jangan merokok, dan selalu POSITIVE THINKING.
Salam sehat Indonesia!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar