Halaman

Jumat, 26 Agustus 2011

Upah Layak : Buruh Vs Presiden


Gaji atau disebut juga upah, adalah salah satu acuan yang sangat personal bagi setiap orang yang bekerja, dimana upah dapat dijadikan tolak ukur sampai dimana seorang pekerja/buruh dapat memenuhi kebutuhannya dengan upah yang ia terima setiap bulannya. Upah juga bisa dijadika ukuran keberhasilan atau prestasi seorang pekerja. Bila mempunyai prestasi yang memuaskan dalam bekerja, tentunya sang majikan akan mengganjar dia dengan kenaika upah, namun yang sering membuat dilema adalh bila seorang sudah bekerja sekian tahun lamanya tanpa mendapat kenaikan upah dari orang yang membayarnya, tentu akan menjadi tanda tanya, apakah buruh tersebut memang tidak memuaskan dalam bekerja atau memang sang majikan yang kurang memperhatikan dia. Bila seorang pekerja sudah merasa membaktikan seluruh kemampuannya untuk bekerja bagi orang yang mengupah namun tidak juga mendapat kenaikan upah setelah sekian tahun lamnya, akan juga menjadi suatu tanda tanya besar.
Namun tidak seperti pemimpin tertinggi kita, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang secara terang-terangan mengeluhkan upahnyayang tidak naik-naik selama 7 tahun memerintah, umumnya kaum buruh lebih suka diam dan memendam hal tersebut dalam hati, mendumel di belakang atau setia menanti kemurahan hati dari orang yang mempekerjakannya agar suatu saat ananti mendapat kenaikan upah.
Tidak sedikit juga buruh yang berani menyuarakan uneg-unegnya tentang upahnya yang tidak kunjung naik selama bertahun-tahun, namun seperti juga bapak SBY yang mendapat banyak tanggapan negatif, seperti ungkapan dari oppsisi, “Siapa suruh jadi Presiden“,  buruh pun kadang mendapat tanggapan yang serupa, “Siapa suruh kerja di sini“  atau  ” Kalau sudah tidak sesuai dengan harapan, silahkan cari yang lain “, dan kadang ungkapan-ungkapan lainnya saat menanyakann kenaikan upah.
Tidak seperti halnya Menteri Keuangan Agus Martowardoyo yang langsung tanggap dengan keluhan Sang Presiden dengan langsung berencana menaikkan gajinya segera. Termasuk di dalamnya gaji ketua DPR, MPR, DPD, MA, BPK dan yang lainnya. Sementara sampai saat ini buruh harus cukup puas dengan kenaikan UMP yang telah menjadi agenda rutin pemerintah yang nilainya belum juga mencapai standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL) karena pemerintah dan dewan pengupahan masih “setia” menggunakan acuan buruh lajang dalam penetapan upah sehingga, banyak buruh yang telah berkeluarga mengalami kesulitan untuk mencukupi keluarganya.
Bagi buruh, tahun baru bisa berarti upah baru karena setiap tahun pemerintah selalu menetapkan upah minimum yang baru di awal tahun untuk menggantikan upah yang lama dengan niatan agar kaum buruh mendapat penyesuaian upah yang biasanya seiring dengan naiknya harga berbagai macam kebutuhan pokok. Walaupun kadang, walau dengan penyesuaian upah minimum setiap tahunnya, banyak buruh yang sehari-harinya tetap saja harus hidup sederhana atau bahkan ” tetap mengencangkan ikat pinggang” karena realita sistem pengupahan buruh di Indonesia yang masih murah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar